Mediapun harus bertanggung jawab pula atas apa yang ia sebarkan pada publik. Teori tanggung jawab sosial pun muncul dalam media. Teori ini menyatakan bahwa media harus meningkatkan standar secara mandiri, menyediakan materi mentah dan pedoman netral bagi warga negara untuk mengatur dirinya sendiri. implementasiteori tanggung jawab sosial pers media online kompas dalam menjaga kode etik jurnalistik di kala pandemi - universitas bakrie repository. tanggung jawab bersama (collective responsilibility) dalam hukum pidana. bab ii kajian teori tentang tanggung jawab. Fungsifungsi pers dalam Teori Tanggung Jawab Sosial pada dasarnya adalah sama dengan fungsi dalam Teori Liberal yang telah diterangkan tadi, tetapi Teori Tanggung Jawab Sosial merefleksikan ketidakpuasannya mengenai interpretasi terhadap fungsi- fungsi tersebut beserta pelaksanaannya yang dilakukan para pemilik dan petugas pers. Namun kehidupan pers kita belumlah menemukan karakter spesifik menganut sistem pers yang mana di antara keempat teori tadi. Seperti di masa Orde Lama kita mempraktekkan campuran sistem pers otoriter dengan sistem pers liberal secara kasar, yang ditandai dengan pertarungan opini kelompok sosial-politik yang begitu terbuka di media massa. Menurutteori pers tanggung jawab sosial, media yang bertanggung jawab kepada masyarakat memiliki lima ciri-ciri: (1) Merasa memiliki kewajiban kepada masyarakat, (2) Melakukan pemberitaan yang benar, akurat, adil, objektif, dan relevan, (3) Tersedia Dịch VỄ Hį»— Trợ Vay Tiền Nhanh 1s. Teori normatif pers atau teori normatif media pertama kali dikenalkan dan dituangkan dalam buku Four Theories of the Press oleh Fred Siebert, Theodore Peterson, dan Wilbur Schramm. Istilah teori normatif dipopulerkan di Amerika Serikat selama berkecamuknya perang dingin melawan Uni Soviet dengan paham komunisnya. Karenanya teori normatif media sering disebut sebagai teori media massa normatif pers atau teori normatif media menggambarkan sebuah gagasan ideal bagi sistem media untuk dikontrol dan dioperasikan oleh pemerintah, otoritas, pemimpin, dan publik. Dengan kata lain, teori normatif media merujuk pada prinsip-prinsip sosial, politik, dan filosofis yang mengatur gagasan tentang hubungan antara media dan normatif media berbeda dengan teori komunikasi ataupun teori komunikasi massa lainnya karena teori normatif media tidak menyediakan penjelasan serta prediksi secara Teori Komunikasi Menurut Para AhliKeempat teori pers yang dipopulerkan oleh Siebert dan kawan-kawan yaitu teori otoriter, teori pers bebas, teori tanggung jawab sosial, dan teori media soviet, masih relevan hingga kini. Namun karena adanya penerapan prinsip filsafat lain dan ketidakkonsistenan dalam penerapan keempat teori pers tersebut maka Denis McQuail mencoba untuk melengkapi keempat teori pers dengan dua teori lainnya yaitu teori media pembangunan dan teori dua teori normatif media telah menjadi bagian dari pembahasan teori pers dan memberikan beberapa prinsip yang bermanfaat bagi kebijakan dan kegiatan media McQuail, 1987 111. Dengan demikian, teori normatif media terdiri dari 6 enam teori yaitu teori otoriter, teori pers bebas, teori tanggung jawab sosial, teori media Soviet, teori media pembangunan, dan teori media jugaSistem Komunikasi IndonesiaPsikologi Komunikasi1. Teori Otoriter – Authoritarian TheoryTeori otoriter banyak diterapkan pada masyarakat pra-demokrasi pada abad 16 dan 17 serta sistem sosial otokratis dan demokratis. Teori ini memandang ketergantungan media yang dimiliki oleh pemerintah atau swasta kepada artian, semua bentuk komunikasi berada dalam kendali elit pemerintah atau penguasa atau birokrat berpengaruh. Pemerintah atau penguasa melakukan kontrol terhadap media dengan tujuan untuk melindungi serta mencegah orang-orang dari ancaman nasional melalui berbagai bentuk komunikasi berupa informasi dan adalah alat bagi pemerintah atau penguasa untuk menambah kekuatan atau memperkuat pembuat kebijakan dalam suatu Negara. Pemerintah atau penguasa berhak untuk memberikan izin bagi media apapun dan mengendalikannya dengan cara menerbitkan izin kepada media dan membuat diketahui ada media yang melakukan perlawanan terhadap kebijakan pemerintah, maka pihak pemerintah atau penguasa berhak untuk membatalkan izin tersebut dan membekukannya. Pemerintah berhak untuk menolak berbagai isu sensitif yang coba diangkat oleh pers untuk menjaga stabilitas Komunikasi PolitikTeori Komunikasi PolitikPenyensoran yang dilakukan oleh pemerintah atau penguasa adalah bentuk penekanan terhadap berbagai bentuk komunikasi yang dapat mengancam masyarakat, raja, pemerintahan, dan bangsa. Secara khusus metode penyensoran sangat dikenal dalam pers yang menentang kebebasan berbicara dan kebebasan berekspresi. Dalam beberapa kasus, sensor yang dilakukan oleh pemerintah atau penguasa dapat membantu melindungi pembuat kebijakan dan otoritas dari berbagai isu sensitif. Terdapat beberapa jenis sensor, yaitu sensor politis, sensor moral, sensor agama, sensor militer, dan sensor Utama Teori OtoriterMenurut McQuail, teori otoriter memiliki beberapa prinsip utama, yaitu 1987 112 Media hendaknya tidak melakukan berbagai macam hal yang dapat merusak wewenang yang harus tunduk kepada pemerintah atau hendaknya menghindari perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai moral, politik, dan dominan yang dilakukan oleh pemerintah atau penguasa dapat yang tidak dapat diterima terhadap penguasa, penyimpangan dari kebijaksanaan resmi, atau perbuatan yang menentang kode moral dipandang sebagai perbuatan atau ahli media lainnya tidak memiliki kebebasan di dalam organisasi medianya Baca Komunikasi OrganisasiBaca Pola Komunikasi OrganisasiKomunikasi Pemerintahan2. Teori Pers Bebas – Libertarian TheoryTeori pers bebas yang berkembang di Amerika dan Negara-negara Barat lainnya ini menekankan pada kebebasan media terutama dari pemerintah walaupun masih terikat pada berbagai aturan, batasan, dan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah. Teori pers bebas merupakan respon terhadap teori pers bebas memandang bahwa orang-orang adalah pemikir rasional dan pemikiran rasional mereka menuntun mereka menemukan apa yang baik dan apa yang buruk. Pers hendaknya tidak membatasi apapun termasuk isi yang bersifat negatif yang dapat memberikan pengetahuan dan dapat membuat keputusan yang lebih baik dalam situasi jugaSosiologi KomunikasiBahasa Sebagai Alat KomunikasiKomunikasi PertanianKomunikasi IslamKomunikasi VisualPrinsip-prinsip Utama Teori Pers BebasAdapun prinsip-prinsip teori pers bebas menurut McQuail 1987 115 adalah sebagai berikut Publikasi hendaknya bebas dari setiap penyensoran pendahuluan yang dilakukan oleh pihak penerbitan dan pendistribusian hendaknya terbuka bagi setiap orang atau kelompok tanpa memerlukan izin atau lisensi. Baca juga Etika KomunikasiKecaman terhadap pemerintah, pejabat, atau partai politik yang berbeda dari kecaman terhadap orang-orang secara pribadi atau pengkhianatan dan gangguan keamanan hendaknya tidak dapat dipidana, bahkan setelah terjadinya peristiwa tidak ada kewajiban mempublikasikan segala ā€œkesalahanā€ dilindungi sama halnya dengan publikasi kebenaran, dalam hal-hal yang berkaitan dengan opini dan keyakinan. Baca juga Komunikasi Yang Efektif Hendaknya tidak ada batasan hukum yang diberlakukan terhadap upaya pengumpulan informasi untuk kepentingan publikasi. Hambatan-Hambatan KomunikasiHendaknya tidak ada batasan yang diberlakukan terhadap upaya pengumpulan informasi untuk kepentingan publikasi. baca juga sejarah jurnalistik di IndonesiaHendaknya tidak ada batasan yang diberlakukan dalam ekspor atau impor atau pengiriman atau penerimaan pesan di seluruh pelosok hendaknya mampu menuntut otonomi profesional yang sangat tinggi di dalam organisasi Manajemen Public RelationsKomunikasi BisnisJurnalistik OnlineTeori Dramaturgi3. Teori Tanggung Jawab Sosial – Social Responsibility TheorySelain teori pers bebas, teori tanggung jawab sosial juga berkembang di Amerika. Teori ini menekankan pada tanggung jawab moral dan tanggung jawab sosial orang-orang atau lembaga-lembaga yang menjalankan media massa. Baca juga Komunikasi PersuasifTangung jawab ini diantaranya adalah kewajiban untuk memberikan informasi dan diskusi kepada publik tentang masalah-masalah sosial yang penting dan menghindari aktivitas-aktivitas yang merugikan masyarakat. Teori ini membebaskan pers tanpa sensor namun di saat yang bersamaan isi pers hendaknya didiskusikan dalam panel publik dan media harus menerima berbagai masukan dari berbagai tanggung jawab sosial berada diantara teori otoriter dan teori pers bebas karena teori ini memberikan kebebasan menyeluruh bagi media di satu sisi dan kendali eksternal di sisi yang lain. Dalam teori tanggung jawab sosial, kepemilikan media adalah pribadi. Teori ini bergerak dari pelaporan obyektif ke pelaporan tanggung jawab sosial membantu terciptanya profesionalisme dalam media dengan mengatur akurasi, kebenaran, dan informasi ke tingkatan yang tinggi. Berdasarkan tanggung jawab sosial media, Komisi Kebebasan Pers bertugas untuk menyusun kode etik pers, memperbaiki standar jurnalisme, menjaga wartawan serta minat jurnalisme, mengkritisi dan membuat hukuman bagi pelanggar kode etik Utama Teori Tanggung Jawab SosialPrinsip-prinsip teori tanggung jawab sosial, adalah sebagai berikut McQuail, 1987 117 Media hendaknya menerima dan memenuhi kewajiban tertentu kepada tersebut terutama dipenuhi dengan menetapkan standar yang tinggi atau profesional tentang keinformasian, kebenaran, ketepatan, obyektifitas, dan menerima dan menerapkan kewajiban tersebut, media hendaknya dapat mengatur diri sendiri di dalam kerangka hukum dan lembaga yang ada. Baca juga Komunikasi VisualMedia hendaknya menghindari segala sesuatu yang mungkin menimbulkan kejahatan, kerusakan, atau ketidaktertiban umum atau penghinaan terhadap minoritas etnik atau secara keseluruhan hendaknya bersifat pluralis dan mencerminkan kebhinnekaan masyarakatnya, dengan memberikan kesempatan yang sama untuk mengungkapkan berbagai sudut pandang dan hak untuk menjawab. baca internet sebagai media komunikasiMasyarakat dan publik, berdasarkan prinsip yang disebut pertama, memiliki hak untuk mengharapkan standar prestasi yang tinggi dan intervensi dapat dibenarkan untuk mengamankan kepentingan dan media profesional hendaknya bertangung jawab terhadap masyarakat dan juga kepada atasan/pimpinan serta Komunikasi Pemerintahan4. Teori Media Soviet – Soviet Media Theory atau Soviet Communist Media TheoryNama lain dari teori media Soviet adalah Teori Media Soviet Komunis. Teori media Soviet berasal dari postulat dasar Karl Marx dan Engles serta prinsip-prinsip Lenin. Pemerintah mengambil alih kendali atau kontrol seluruh media dan komunikasi untuk melayani kelas pekerja dan ini berpendapat bahwa Negara memiliki kekuasaan absolut untuk mengontrol media apapun untuk keuntungan atau manfaat bagi masyarakat. Negara mengambil alih kepemilikan pers swasta dan media lainnya. Media pemerintah menyediakan pemikiran positif untuk menciptakan masyarakat yang disosialisasikan dengan kuat serta menyediakan informasi, pendidikan, hiburan, motivasi, dan media Soviet menggambarkan keseluruhan tujuan media massa yaitu untuk mengedukasi massa kelas pekerja yang lebih besar. Baca juga proses interaksi sosialPrinsip-prinsip Utama Teori Media SovietTeori media Soviet memiliki beberapa prinsip sebagai berikut McQuail, 1987 119 Media hendaknya melayani kepentingan dari, dan berada di bawah pengendalian kelas hendaknya tidak dimiliki secara harus melakukan fungsi positif bagi masyarakat dengan sosialisasi terhadap norma yang diinginkan, pendidikan, informasi, motivasi, dalam tugas menyeluruhnya bagi masyarakat, media hendaknya tanggap terhadap keinginan dan kebutuhan audiensnya. Baca Jenis-jenis Interaksi SosialMasyarakat berhak melakukan sensor dan tindakan hukum lainnya untuk mencegah, atau menghukum setelah terjadinya peristiwa, publikasi anti perlu menyediakan pandangan yang purna/complete dan objektif tentang masyarakat dan dunia, dalam batas-batas prinsip marxisme-leninisme. baca juga Teori Uses and GratificationsWartawan adalah ahli yang bertanggung jawab yang tujuan dan cita-citanya hendaknya serupa dengan kepentingan terbaik masyarakat. baca juga media komunikasi modernMedia hendaknya mendukung gerakan progresif di dalam dan di luar Teori Media Pembangunan – Development Media TheoryTeori media pembangunan disebut juga dengan otoritarisme dalam artian baik authoritarianism for a good cause yang mendukung pembangunan ekonomi dan pembangunan bangsa atau national satu badan dunia PBB yaitu UNESCO memandang teori media pembangunan dalam konteks dominasi Barat dalam pencarian berita internasional serta berita kabel, dan dalam kerangka terminologi budaya majemuk, hak untuk berkomunikasi, dan untuk mempertahankan perbedaan budaya global Baca Komunikasi Lintas BudayaPrinsip-prinsip Utama Teori Media PembangunanTeori media pembangunan memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut McQuail, 1987 120 Media hendaknya menerima dan melaksanakan tugas pembangunan positif sejalan dengan kebijaksanaan yang ditetapkan secara nasional. baca juga pengaruh media sosial Kebebasan media hendaknya dibatasi sesuai dengan prioritas ekonomi dan kebutuhan pembangunan masyarakat. Baca juga Teori FenomenologiMedia perlu memprioritaskan isinya kepada kebudayan dan bahasa hendaknya memprioritaskan berita dan informasinya pada Negara sedang berkembang lainnya yang erat kaitannya secara geografis, kebudayaan, atau wartawan dan karyawan media lainnya memiliki tanggung jawab serta kebebasan dalam tugas mengumpulkan informasi dan penyebarluasannya. baca juga Komunikasi AsertifBagi kepentingan tujuan pembangunan, Negara memiliki hak untuk campur tangan dalam, atau membatasi, pengoperasian media serta sarana penyensoran, subsidi, dan pengendalian langsung dapat Pengertian Jurnalistik Menurut Para Ahli 6. Teori Media Demokratik-Partisipan – Democartic-participant Media TheoryTeori media demokratik-partisipan muncul dalam masyarakat liberal sebagai respon terhadap teori pers bebas dan teori tanggung jawab sosial. Teori ini memberikan hak untuk berkomunikasi kepada seluruh warga Negara apakah itu sebagai individu atau kelompok dan mengharuskan media melayani kebutuhan dari teori media demokratik partisipan adalah kebutuhan, kepentingan, dan aspirasi penerima dalam masyarakat politik. Hal ini terkait dengan hak atas informasi yang relevan, hak untuk menjawab kembali, hak untuk menggunakan sarana komunikasi untuk berinteraksi dalam kelompok masyarakat berskala kecil serta kelompok kepentingan subbudaya. Baca juga Teori Spiral KeheninganPrinsip-prinsip Utama Teori Media Demokratik-PartisipanSecara singkat, teori media demokratik-partisipan memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut McQuail, 1987 122 Warga Negara secara individu dan kelompok minoritas memiliki hak pemanfaatan media hak untuk berkomunikasi dan hak untuk dilayani oleh media sesuai dengan kebutuhan yang mereka tentukan dan isi media hendaknya tidak tunduk pada pengendalian politik yang dipusatkan atau pengendalian birokrasi hendaknya ada terutama untuk audiensnya dan bukan untuk organisasi media, para ahli, atau nasabah media tersebut. Baca juga Teori Agenda SettingKelompok, organisasi, dan masyarakat lokal hendaknya memiliki media media yang berskala kecil, interaktif dan partisipatif lebih baik dibandingkan media berskala besar, satu arah, dan diprofesionalkan. Baca juga Komunikasi DakwahKebutuhan sosial tertentu yang berhubungan dengan media massa tidak cukup hanya diungkapkan melalui tuntutan konsumen perorangan, tidak juga melalui Negara dan berbagai lembaga terlalu penting untuk diabaikan oleh para Paradigma KomunikasiPrinsip Jurnalisme AltschullDari perspektif sosiologis, tinjauan tentang komunikasi massa lebih menitikberatkan pada kategorisasi pelbagai sistem komunikasi massa yang didasarkan pada berbagai bentuk hak milik serta kontrol terhadap upaya telah dilakukan oleh para ahli guna mengembangkan tipologi sistem media massa secara lebih luas melalui pengungkapan filsafat komunikasi sosial terhadap masyarakat tertentu seperti unsur normatif atau ideologi serta kondisi keorganisasian dari kepemilikan media, pencapaian media, dan kontrol sistem komunikasi massa yang kita kenal sekarang ini adalah sistem komunikasi massa yang berdasarkan Empat Teori Pers yang dipopulerkan oleh Siebert dan kawan-kawan serta pengembangan teori pers oleh Denis Filsafat KomunikasiSosiologi KomunikasiSementara itu, seorang ahli bernama Altschull menyatakan terdapat tiga bentuk dasar sistem pers yaitu kapitalis-liberal, sosialis-Soviet, dan Negara berkembang. Altschull menyebutnya dengan sistem pasar, sistem Marxis, dan sistem berkembang McQuail, 1987 122-123.Sistem pasar – merupakan gabungan antara unsur pers bebas dan tanggung jawab sosial. Kebebasan pers mengandung pengertian negatif karena tidak adanya kontrol dan kebijakan pemerintah. Tanggung jawab sosial dipandang sebagai sesuatu yang berkaitan dengan kewajiban memberikan informasi nonpolitik. Jika terkait dengan politik maka pemberian informasi haruslah marxis – merupakan model Soviet. Baca Komunikasi Non VerbalSistem berkembang – mewakili teori pembangunan dan lebih menekankan pada berbagai usaha untuk mempersatukan masyarakat, misalnya sistem pers di Indonesia Baca Sejarah Jurnalistik di IndonesiaBaca Sistem Komunikasi IndonesiaAltschull kemudian menempatkan pandangannya tentang sistem pers tersebut ke dalam tujuh prinsip jurnalisme, yaitu Media berita merupakan agen para pemegang kepentingan dalam hal ini kekuatan politik dan kekuatan ekonomi pada semua sistem media. Karena itu, pers bukan merupakan pelaku yang independen walaupun mereka memiliki potensi untuk itu. baca juga Etika Komunikasi di InternetIsi berita tidak selalu mencerminkan kepentingan penyandang dana atau pemilik kebebasan pers sejatinya dianut oleh semua sistem pers, yang membedakannya adalah makna kebebasan berpendapat yang diyakini oleh masing-masing sistem tanggung jawab sosial dipegang oleh setiap sistem pers. Doktrin ini menyatakan bahwa setiap sistem pers memberikan pelayanan terhadap kebutuhan dan kepentingan masyarakat, serta menyebutkan keinginan mereka untuk memberikan kesempatan kepada sistem pers selalu memandang sistem pers lainnya sebagai model pers yang jurnalistik berperan dalam menyebarkan ideologi serta sistem nilai kepada masyarakat. Selain itu, sekolah jurnalistik juga berperan dalam membantu pihak penguasa dalam mempertahankan kendali atau kontrol terhadap media berita Baca Komunikasi PembelajaranPers dalam tataran praktis tidak selalu berbanding lurus dengan teori prinsip jurnalisme tersebut merupakan intisari pengamatan terhadap apa yang terjadi dalam Mempelajari Teori Pers Teori Normatif MediaDengan mempelajari teori pers, semoga memberikan manfaat untuk lebih memahami hubungan media dan masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip sosial, politik, serta filosofis. Selain itu, melalui prinsip jurnalisme yang disampaikan oleh Altschull kita dapat memahami pula bahwa teori normatif pers atau teori normatf media memiliki beberapa keterbatasan dalam mendeskripsikan realitas, utamanya bagi mereka yang berkecimpung dalam industri media dan pengontrol media. Baca juga Teori-teori Komunikasi Antar PribadiDemikianlah ulasan singkat mengenai berbagai teori normatif media atau teori normatif pers yang meliputi prinsip-prinsip yang menyertainya. Semoga dapat memberikan manfaat dalam pengetahuan kita mengenai perkembangan teori pers. Peringatan Hari Kebebasan Pers Internasional. Ā©2016 buhori - Dunia kejurnalisan, istilah pers adalah salah satu istilah yang paling populer. Pers adalah sebuah media yang ditujukan kepada orang umum. Ada beberapa teori yang berkaitan dengan pers, misalnya saja teori tanggung jawab sosial. Mari kita bahas tentang teori tanggung jawab sosial. Menurut teori ini, kebebasan pers haruslah diikuti dengan tanggung jawab kepada masyarakat. Kebebasan pers yang diberikan juga harus dibatasi dengan dasar moral, etika dan hati nurani setiap orang yang berkaitan dengan pers. Menurut Komisi Kemerdekaan Pers, kemerdekaan atau kebebasan pers harus diartikan dengan 3 hal, yaitu Kebebasan itu nggak berarti kalau pers bebas untuk melanggar kepentingan-kepentingan individu yang lainnya. Kebebasan pers harus melihat dari segi keamanan negara. Pelanggaran terhadap kebebasan pers membawa akibat atau tanggung jawab terhadap ukuran yang sedang berlaku. Ada 7 prinsip utama dalam teori tanggung jawab sosial, yaitu Media punya kewajiban tersendiri kepada masyarakat. Menetapkan standar yang tinggi atau professional tentang keinformasian, kebenaran, obyektivitas, keseimbangan, dan yang lainnya. Bisa mengatur dirinya sendiri dalam kerangka hukum dan lembaga yang sudah ada. Menghindari segala sesuatu yang bisa menimbulkan kejahatan, yang akan mengakibatkan ketidaktertiban atau adanya penghinaan terhadap minoritas etnik atau agama. Bersifat pluralis dan mencerminkan kebhinekaan. Memberi kesempatan yang sama untuk menyatakan pendapat dari berbagai sudut pandang dan hak untuk menjawab. Masyarakat punya hak untuk mengharapkan standar prestasi yang tinggi dan intervensi bisa dibenarkan dengan tujuan untuk mengamankan kepentingan umum. Nah, sekarang kamu sudah tahu tentang teori pers tanggung jawab sosial. Tentunya teori ini bisa diterapkan dengan maksimal di berbagai tempat. [iwe] ā€œKemerdekaan pers bukan saja sebagai nikmat atau rahmat, tetapi dapat menjadi malapetaka kalau tidak dipergunakan sebagaimana mestinya, tidak dipergunakan secara bertanggung jawab dan disiplinā€ Prof. Dr. Bagir Manan, SH, MCL/2011. Berpijak pada pendapat dan pemikiran Ketua Dewan Pers Periode 2013-2016 itu, maka sebenarnya pers memiliki peran penting dalam menopang sejarah bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Apalagi dalam sistem negara demokrasi, pers cenderung diposisikan oleh sebagian kalangan sebagai penopang pilar demokrasi keempat, setelah eksekutif, yudikatif dan legislatif. ā€œPersā€ dalam konteks ini merupakan usaha percetakan dan penerbitan, usaha pengumpulan dan penyiaran berita, penyiaran berita melalui surat kabar, majalah, dan radio, atau orang yang bergerak dalam penyiaran berita, dan juga berarti medium penyiaran berita, seperti surat kabar, majalah, radio, televisi, dan film. Empat Teori Pers Menurut Siebert, Peterson dan Scharmm dalam bukunya ā€œFour Theories of the Pressā€, ada 4 macam teori pers, yakni Otoriter, Liberal, Komunis, dan Memiliki Tanggungjawab Sosial. 1. Teori Pers Otoriter Authoritarian Theory Teori pers yang pertama adalah teori pers otoriter atau teori otoritarian. Menurut teori ini pers mempunyai tugas untuk mendukung dan membantu politik pemerintah yang berkuasa untuk mengabdi kepada negara. Pada teori pers seperti ini, pers tidak boleh mengkritik alat alat negara dan penguasa. Ditambah lagi pers jenis ini berada di bawah pengawasan dan kontrol pemerintah. Itu artinya rakyat tidak memiliki hak penuh dalam mengaspirasikan pendapatnya, ia tidak bisa memberikan opininya melalui pers. Bila diketahui pemerintah, mungkin akan diciduk dan dihukum oleh pemeritntah. Teori ini tumbuh pada abad ke-15 hingga 16 saat mesin cetak diciptakan oleh Johannes Gutenberg pada tahun 1454 dan masa itu kebanyakan negara otoriter . Dalam teori pers otoriter ini, fungsi pers hanya sekadar menyampaikan apa yang diingin penguasa, untuk diketahui oleh rakyat. Posisi negara sangat sentral, dan pers menjadi alat untuk menopang dan mempertahankan kekuasaan. Ada beberapa ciri pokok mengenai teori pers otoriter ini. Antara lain, media selamanya harus tunduk kepada penguasa, membenarnya berbagai bentuk penyensoran yang dinilai bisa mengancam kekuasaan, dan wartawan tidak memiliki kebebadan penuh dalam mengekspresikan karya jurnalistiknya, terutama apabila tidak seirama dengan keinginan penguasa. 2. Teori Pers Bebas Libertarian Theory Teori pers yang kedua adalah teori pers liberal. Teori jenis ini memiliki tujuan untuk melakukan pengawasan terhdap kinerja yang dilakukan oleh pemerintah. Liberal dikenal dengan kebebasannya, namun sebebas bebasnya pers dalam negara yang menganut demokrasi liberal, pers tidak leluasa untuk ā€œmenfitnahā€, menyiarkan tulisan cabul ataupun untuk menghasut. Pers liberal beranggapan bahwa pers itu harus mempunyai kebebasan yang seluas-luasnya, hal ini bertujuan untuk membantu manusia dalam mencari kebenaran. Kebebasan pers dengan demikian dapat menjadi ukuran atas kebebasan yang dimiliki oleh manusia. Teori ini muncul pada abad ke-17 dan 18 yang disebabkan berkembangnya kebebasan politik, agama dan ekonomi kala itu. Teori ini menekankan pada kemerdekaan dan kebebasan individu, dan menghargai rasionalisme serta memandang manusia sebagai makhluk rasional. Pers dalam pandangan teori Libertanian ini, harus memiliki kebebasan seluas-luasnya, untuk membantu manusia dalam menemukan kebenaran hakiki. Pers dipandang memiliki peran penting, dan merupakan cara efektif untuk menemukan kebenaran hakiki, serta dianggap sebagai kontrol pemerintah atau disebut ā€œThe Fourth Estateā€ atau ā€œPilar Kekuasaan Keempatā€ . Tugas pers menurut teori Pers Liberal ini antara lain, melayani kebutuhan hidup ekonomi, politik, mencari keuntungan demi kelangsungan hidup, menjaga hak warga negara dan memberi hiburan. Sedangkan ciri pers yang merdeka berdasarkan teori Libertarian tersebut adalah, publikasi bebas dari berbabagai bentuk penyinsoran, penertiban dan pendistribusian terbuka bagi setiap orang tanpa memerlukan izin. Ciri berikutnya, bahwa berbagai jenis kecamatan terhadap pemerintah, pejabat dan partai politik tidak dapat dipidana, dan melindungi publikasi yang bersifat kesalahan yang berkaitan dengan opini dan keyakinan. Ciri pers Libertarian ini, juga tidak ada batasan hukum terhadap upaya pengumpulan informasi untuk kepentingan publikasi, dan wartawan punya otonomi profesional dalam organisasi. 3. Teori pers komunis Marxis Teori pers yang ketiga adalah teori per komunis atau marxis. Teori pers yang satu ini mulai berkembang sejak awal abad ke-20, sebagai akibat dari sistem komunis uni soviet. Media massa pada pers teori ini berperan sebagai alat pemerintah partai dan bagian integral dari negara, dan media massa mau tidak mau harus tunduk kepada pemerintah. Teori ini disebut juga dengan pers ā€œtotaliter sovietā€ atau teori pers komunis soviet. Teori Pers Komunis Soviet ini tumbuh di Rusia, dua tahun setelah revolusi Oktober 1917 dan teori ini berakar pada teori pers otoriter atau penguasa Authoritarian Theori . Pers Komunis, menuntut agar pers melakukan yang terbaik bagi pemerintah dan partai politik, sedangkan apabila sebaliknya dianggap sebagai bentuk perlawanan atau ā€œimmoralā€. Pers dijadikan sebagai alat indoktrinasi massa oleh partai. Teori Pers Komunis menekankan pada bimbingan dan pendidikan massa melalui propaganda dan agitasi, sehingga dalam hubungan dengan fungsi dan peran pers sebagai alat pemerintah, pers dituntut agar bisa menjadi ā€œcollective propagandist, collective agitation, dan collective organizer. Dengan demikian ada beberapa ciri pokok dari Pers Komunis tersebut, yakni, pertama, media berada di bawah pengendalian kelas pekerja karena itu harus melayani kepentingan kelas tersebut. Kedua, media tidak dimilik secara pribadi, dan ketiga, masyarakat berhak melakukan sensor dan tindakan hukum lainnya untuk mencegah dan menghukum pers, apabila dinilai tidak sesuai atau melanggan ketentuan yang telah menjadi komitmen nilai bersama dalam komunitas masyarakat tersebut. Namun, Teori Pers Komunis ini berakhir, seiring dengan bubarnya negera Uni Republik Sosialis Soviet pada 25 Desember 1991 yang kini menjadi negara persemakmuran, yang telah melepas sistem politik komunisnya dan teori tersebut kini hanya dianut oleh RRC. 4. Teori pers tanggung jawab sosial Social Responsibility. Teori pers yang ke-empat adalah teori pers tanggung jawab sosial. Pada teori ini pers adalah forum yang dijadikan sebagai tempat untuk memusyawarahkan berbagai masalah dalam rangka tanggung jawab terhadap masyarakat/orang banyak sosial. Teori ini muncul sekitar awal abad ke-20, teori ini muncul setelah adanya protes terhadap kebebasan yang mutlak dari terori liberal. Teori liberal memberikan kebebasan yang sebesar-besarnya, sehingga terjadi kemerosotan moral pada masyarakat. Teori tanggung jawab sosial berasumsi bahwa media massa khususnya televisi dan radio merupakan frekuensi milik publik. Jadi, apabila media massa dijadikan kendaraan politik suatu partai atau orang maka sudah melanggar aturan dan norma-norma yang berlaku dimasyarakat. Teori ini sebagai upaya untuk mengatasi kontradiksi antara antara kebebasan pers media massa dan tanggung jawab sosial dan diformulasikan Sistem Pers di Indonesia Pers di Indonesia telah diatur oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam ketentuan itu disebutkan bahwa Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis uraian yang tersedia. ā€œPersā€ dalam konteks UU Nomor 40 Tahun 1999 itu, lebih ditekankan pada lembaga dari hanya sekedar percetakan, dan hal ini pula yang menyebabkan, ā€œpersā€ harus memiliki tanggung jawab sosial sebagai sebuah lembaga. Karena itu, kebasan yang ditekankan dalam ketentuan itu, adalah kebebadan berdautan dan bertanggung jawab yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum dan berfungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah, menjadi keharusan bagi sistem pers di Indonesia sebagaimana tertuang pada Pasal 5 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Peran lembaga ini juga secara detail dijelaskan, a. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, b. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebhinnekaan, c. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar, d. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum dan e. memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Karena orientasi Pers Pancasila pada nilai, kebhinnekaan dan manusiaan, tentunya hal itu, seirama dengan konsep sembilan elemen jurnalisme dalam buku berjudul ā€œSembilan Elemen Jurnalismeā€ yang ditulis Bill Kovach. Kesembilan elemen itu meliputi; 1. Kewajiban jurnalisme pertama adalah berpihak pada kebenaran. 2. Loyalitas kesetiaan pertamanya kepada warga publik 3. Esensi jurnalisme adalah disiplin verifikasi 4. Harus menjaga independensi dari objek liputannya. 5. Jurnalis harus membuat dirinya sebagai pemantau independen kekuasaan. Jurnalis harus memberi forum bagi publik untuk saling-kritik dan menemukan kompromi. 6. Jurnalis harus memberi forum bagi publik untuk saling-kritik dan menemukan kompromi. 7. Jurnalis harus berusaha membuat hal penting menjadi menarik dan relevan. 8. Jurnalis harus membuat berita yang komprehensif dan proporsional. 9. Jurnalis harus diperbolehkan mendengarkan hati nurani personalnya. Inti sembilan elemen jurnalisme itu adalah wartawan atau media harus memegang teguh kebenaran. Dalam jurnalistik, parameter kebenaran adalah fakta, data, atau peristiwa yang sebenarnya terjadi. Dengan demikian, manipulasi informasi bertentangan dengan kaidah jurnalistik, bahkan niat jelekpun dalam menulis berita adalah terlarang. * Penulis adalah Ketua Persatuan Wartawan Indonesia PWI Pamekasan, sekaligus mahasiswa pasca sarjana Fakultas FISIP pada Program Studi Media dan Komunikasi Medkom Universitas Airlangga Surabaya. Tulisan ini disarikan dari maka Kuliah Etika dan Hukum Media Massa. Pers sebagai suatu sistem sosial selalu tergantung dan berkaitan erat dengan masyarakat dimana ia beroperasi. Pers itu sendiri lahir untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi sehingga ia berkedudukan sebagai lembaga masyarakat institusi sosial. Sementara itu segala aktivitas pers tergantung pada falsafah yang dianut oleh masyarakat dimana pers itu berada. Lyod Sommerlad menyatakan, sebagai institusi sosial, pers mempunyai fungsi dan sifat yang berbeda tergantung pada sistem politik, ekonomi dan struktur sosial dari negara dimana pers itu berada. Hal senada disampaikan John C. Merril, "A nation's press or media closely tied to the political system." John C. Merril, "A Conceptual Overview of World Journalism" dalam International Intercultural Communication, Heinz Dietrich Fischer & John C. Merril, Hasting House Publisher, New York. Bagi Siebert, Peterson dan Schramm, buku Four Theories of the Press mencoba memahami mengapa negara-negara yang berbeda memiliki pola hubungan yang berbeda pacta medianya. Pers selalu mengambil bentuk dari struktur sosial dan politik dimana pers itu beroperasi atau dengan kata lain, mempelajari suatu masyarakat dan sistem politiknya kita akan belajar memahami mengapa persnya menjadi sedemikian rupa. Jika ditelaah lebih jauh, tambah mereka dalam bagian pengantar buku tersebut, dunia barat sesungguhnya hanya mengenal dua dari teori pers, model autoritarian dan libertarian. Soviet Communist model, menurut mereka, merupakan variasi dari autoritarian sementara social responsibility model adalah perkembangan/ peningkatan dari libertarian. Dasar pemikiran utama dari teori ini ialah bahwa, kebebasan dan kewajiban berlangsung secara beriringan dan pers yang menikmati kedudukan dalam pemerintahan yang demokratis berkewajiban untuk bertanggung jawab kepada masyarakat dalam melaksanakan fungsinya. Pada hakikatnya fungsi pers dalam teori tanggung jawab sosial ini tidak berbeda jauh dengan yang terdapat pada teori libertarian namun pada teori yang disebut pertama terefleksi semacam ketidakpuasan terhadap interpretasi fungsi-fungsi tersebut beserta pelaksanaannya oleh pemilik dan pelaku pers dalam model libertarian yang ada selama ini. Penganut libertarian mempercayai bahwa orang dapat mengetahui kebenaran saat mereka boleh memilih dan pers sebagai penyedia ide-ide/pasar ide. Mereka percaya bahwa media itu beragam dan independen dan orang-orang memiliki akses ke media. Namun kenyataan yang terjadi adalah pers itu menjadi berorientasi profit, dimana lebih mengutamakan penjualan dan iklan di atas kebutuhan untuk menjaga publik mendapat informasi lengkap dan akurat sehingga membahayakan moral publik, melanggar hak-hak pribadi dan dikontrol oleh satu kelas sosioekonomi, yaitu kelas bisnis yang membahayakan pasar ide yang bebas dan terbuka. Teori tanggung jawab sosial berasal dari Commission on Freedom of the Press Hutchins, 1947 sebagai reaksi atas interpretasi dan pelaksanaan model libertarian yang ada. Komisi tersebut merumuskan beberapa persyaratan pers sebagai berikut 1. Memberitakan peristiwa-peristiwa sehari-hari dengan benar, lengkap dan berpekerti dalam konteks yang mengandung makna. 2. Memberikan pelayanan sebagai forum untuk saling tukar komentar dan kritik. 3. Memproyeksikan gambaran yang mewakili semua lapisan masyarakat 4. Bertanggung jawab atas penyajian disertai penjelasan mengenai tujuan dan nilai- nilai masyarakat Secara umum suatu berita haruslah mendukung konsep non-bias, informatif dan institusi pers independen yang akan menghindari penyebab ancaman terhadap kaum minoritas atau yang mendorong tindak kejahatan, kekerasan dan kekacauan sipil. Tanggung jawab sosial seyogyanya dicapai melalui self control/kontrol diri dari pers itu, bukan dari pemerintah. Tanggung jawab sosial jika dikaitkan dengan jurnalis melibatkan pandangan yang dimiliki oleh pemilik media yang serta merta akan dibawa dalam media tersebut haruslah memprioritaskan tiga hal yaitu keakuratan, kebebasan dan etika. Tak pelak lagi profesionalisme menjadi tuntutan utama disini. Jadi pelaku pers tidak hanya bertanggung jawab terhadap majikan dan pasar namun juga kepada masyarakat. Dalam konsep tanggung jawab sosial media dituntut sebagai berikut Tabel Konsep Tanggung Jawab Sosial Media Teori Tanggung Jawab Sosial Masa berkembangnya Di AS pada abad ke-20 Pelopor Commission on freedom of Fress Tujuan utama Member informasi, menghibur, menjual komersil namun terutama untuk membangkitkan konflik yang membentuk diskusi Siapa yang berhak menggunakan media ? Setiap orang yang memiliki sesuatu yang ingin dikatakan Bagaimana media dikontrol ? Opini publik, aksi konsumen, etika profesi Kepemilikan Swasta, kecuali jika pemerintah mengambil alih untuk memastikan pelayanan publik Perbedaan mendasar dari teori-teori lain Media harus mengambil kewajiban dari tanggung jawab sosial, dan jika mereka lalai, harus ada yang memastikan mereka Jika teori libertarian dilahirkan dari konsep kemerdekaan negatif, yang didefinisikan sebagai kemerdekaan dari/kebebasan dari pengekangan eksternal sedangkan teori tanggung jawab sosial berpijak pada konsep kebebasan positif, yaitu kebebasan untuk menghendaki menjadi sarana untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Tabel Kelebihan dan Kekurangan SRT Kelebihan Kekurangan - Menjunjung tanggung jawab media - Menjunjung tanggung jawab media - Membatasi ikut campur pemerintah dalam media - Memberi ruang pemerintah dalam mengawasi media - Menjunjung tinggi perbedaan dan pluralism - Memberikan ruang kaum ā€œpowerlessā€ - Menarik insting kreatif kaum praktisi media dan audiens - Kelewat optimis terhadap kesadaran media terhadap tanggung jawabnya - Kelewat optimis terhadap tanggung jawab individu - Meremehkan kekuatan motivasi ekonomi, profit, dan kompetisi - Melegitimasi status quo Sumber Baran & Davis, 2012 121 Teori tanggung jawab sosial berasal dari inisiatif orang Amerika – Komisi Kebebasan Pers atau The Commision on freedom of the Press Hutchins, 1947. Pendorongnya yang utama adalah tumbuhnya kesadaran bahwa dalam hal-hal tertentu yang penting, pasar bebas telah gagal untuk memenuhi janji akan kebebasan pers da untuk menyampaikan maslahat yang diharapkan bagi masyarakat. Secara khusus, perkembangan teknologi dan perdagangan pers dikatakan telah menyebabkan kurangnya kesempatan akses bagi orang-orang dan berbagai kelompok serta rendahnya standar prestasi dalam upaya memenuhi kebutuhan infomasi, sosial, dan moral dari masyarakat. hal itu juga dipandang telah menigkatkan kekuasaan kelas tertentu. Pada saat yang sama, munculnya media radio dan film yang baru dan tampaknya sangat berpengaruh telah menunjukkan adanya kebutuan akan pengendalian publik tertentu dan sarana yang sesuai bagi media cetak yang telah lama mapan dan terorganisasi secara profesional. Teori tanggung jawab sosial dapat diterapkan secara luas, karena ia meliputi beberapa jenis media cetak privat dan lembaga siaran publik yang dapat dipertanggungjawabkan melalui berbagai bentuk prosedur demokratis pada masyarakat. Dengan demikian teori ini harus mengawinkan kemandirian dengan kewajiban terhadap masyarakat. Landasannya yang utama adalah asumsi bahwa media melakukan fungsi yang esensial dalam masyarakat, khususnya dalam hubungannya dengan politik demokrasi ; pandangan bahwa media seyogyanya melakukan kewajiban untuk melakukan fungsi itu – terutama dalam lingkup informasi, dan penyediaan mimbar bagi berbagai pandangan yang berbeda; penekanan pada kemandirian media secara maksimum, konsisten dengan kewajibannya kepada masyarakat; penerimaan pandangan bahwa ada standar prestai tertentu dalam karya media yang dapat dinyatakan dan seyogyanya dipedomani. Singkatnya, pemilikan dan pengendalian mediahendaknya dipandang sebagai jenis kerja pengurusan, bukan sebagai hak perdata, dan ada pergesaran nyata yang menjauh dari relativisme karakteristik dasar teori kebebasan pers dan dari optimisme bahwa ā€œpasar bebas gagasanā€ benar-benar dapat memenuhi tuntutan maslahat individual dan sosial untuk kepentingannya sendiri. Dapat dilihat bahwa teori tanggung jawab sosial harus berusaha mengawinkan tiga prinsip yang agak berbeda prinsip kebebasan dan pilihan individual; prinsip kebebasan media; dan prinsip kewajiban media terhadap masyarakat. Boleh dikatakan tidak ada satu-satunya cara mengatasi ketidakkonsistenan itu, tetapi teori ini memiliki dua bentuk penanggulangan utama yang lebih disukai. Pertama adalah pengembangan lembaga publik, tetapi mandiri, untuk mengelola siaran, pengembangan mana pada gilirannya telah sangat berpegaruh untuk meningkatkan cakupan dan kekuatan politis dari kekuatan konsep tanggung jawab sosial. Kedua adalah pengembangan profeionalisme sebagai sarana untuk mencapai standar prestasi yang lebih tinggi, pada saat yang sama mempertahankan pengaturan oleh media sendiri. Ciri lembaga publik baru untuk siaran yang paling memiliki andil dalam merujukkan ketiga prinsip di atas adalah penekanannya pada kenetralan dan keseimbangan dalam hubungannya dengan pemerintah dan hal-hal yang menyangkut kontroversi masyarakat dan pencakupan mekanisme untuk meningkatkan daya tanggap media yang relevan terhadap tuntutan audiensnya serta bertanggung gugat dengan masyarakat atas aktivitas yang dilakukan. Juga terjadi bahwa profesionalisme didorong oleh teori tanggung jawab sosial yang tidak hanya mencakup penekanan pada standar prestasi yang tinggi tetapi juga hakikat ā€œkeseimbanganā€ tertentu dan kenetralan yang paling berkembang dalam media saran. Pengaruh siaran sebagai pengungkapan praktis dari teori tanggung jawab sosial atau pers yang dimiliki secara pribadi oleh diperlihatkan oleh semakin menigkatnya kehendak pemerintah untuk merenungkan atau melakukan aktivitas yag secara formal bertentangan dengan prinsip pers bebas. Ini mencakup berbagai bentuk intervensi hukum dan anggaran yang dirancang untuk mencapai tujuan sosial yang positif atau untuk membatasi dampak tekanan dan kecenderungan pasar. Upaya ini menampakkan wujudnya dalam beberapa bentuk kode etik jurnalistik; pengaturan periklanan; peraturan antimonopoly; pembentukan dewan pers; tinjauan berkala oleh komisi pengkajian; pengkajian parlementer; system subsidi pers Smith 1997. Prinsip utama teori tanggung jawab sosial sekarang dapat disajikan sebagai berikut - Media seyogyanya menerima dan memenuhi kewajiban tertentu kepada masyarakat - Kewajiban tersebut terutama dipenuhi dengan menetapkan standar yang tinggi atau profesional tentang keinformasian, kebenaran, ketepata, obyektivitas, dan keseimbangan. - Dalam menerima dan menerapkan kewajiban tersebut, media seyogyanya dapat mengatur diri sendiri di dalam kernagka hukum dan lembaga yang ada. - Media seyogyanya menghindari segala sesuatu yang mungkin menimbulkan kejahatan, kerusakan atau ketidaktertiban umum atau penghinaan terhadap monoritas etnik atau agama. - Media secara keseluruhan hendaknya bersifat pluralis dan mencerminkan kebhinekaan masyarakatnya, dengan memberikan kesempatan yang sama untuk mengungkapkan berbagai sudut pandang dan hak untuk menjawab. - Masyarakat dan publik, berdasarkan prinsip yang disebut pertama, memiliki hak untuk mengharapkan standar prestasi yang tinngi dan intervensi dapat dibenarkan untuk mengamankan kepentingan umum. - Wartawan dan media profesional seyogyanya bertanggungjawab kepada masyarakat dan juga kepada majikan juga pasar. Dalam pelaksanaannya, media di Indonesia terikat oleh Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran. Maksudnya, berbagai kegiatan yang dilakukan oleh para jurnalis dalam mengelola media dan menyiarkan sesuatu harus sesuai dengan isi Undang-Undang tersebut. Adapun hal tersebut disepakati bersama oleh lembaga yang berwenang dalam hal ini yakni Komisi Penyiaran Indonesia KPI yang bertugas mengawasi penyiaran oleh berbagai media yang ada di Indonesia. Apabila ada pelanggaran yang dilakukan oleh media tertentu, maka KPI berhak memberikan peringatan atau keputusan apa pun sesuai dengan pelanggaran yang telah dilakukan kepada media yang bersangkutan. - Menurut Fred S. Siebert, Theodore Peterson, dan Wilbur Schramm dalam bukunya yang berjudul Four Theories of the Press 1956 ada empat teori pers, yakni teori pers otoriter, teori pers bebas, teori pers bertanggung jawab, dan teori pers komunis Soviet. Dikutip dari jurnal The Four Press Media Theories Authoritarianism Media Theory, Libertarianism Media Theory, Social Responsibility Media Theory, and Totalitarian Media Theory 2013 karya Didit Agus Triyono, empat teori pers dapat dikategorikan sebagai teori normatif. Karena keempat teori ini mendeskripsikan norma atau sesuatu yang teori normatif memberi gagasan bagaimana media harus dikelola dan ditujukan untuk melayani kebutuhan masyarakat serta berkontribusi terhadap sistem politik di mana teori pers tersebut berlaku. Berikut penjelasan empat teori pers Teori pers otoriter Authoritarian Theory Menurut Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat dalam buku Jurnalistik Teori dan Praktik 2017, teori pers otoriter mulai diterapkan pada abad ke-16. Teori ini berasal dari falsafah kenegaraan yang membela kekuasaan absolut. Dalam teori pers otoriter, pers harus mendukung kebijakan pemerintah serta mengabdi kepada negara. Tidak hanya itu, para penerbit juga diawasi lewat paten, izin terbit, dan sensor. Baca juga Pengertian Pers dan Ciri-cirinya Dalam teori ini, negara punya kedudukan lebih tinggi dibanding individu dalam skala nilai kehidupan sosial. Saat seorang individu menempatkan dirinya di bawah kekuasaan negara, individu tersebut akan bisa mencapai cita-citanya dan punya atribusi sebagai orang beradab. Teori pers bebas Libertarian Theory Teori pers bebas mencapai puncaknya pada abad ke-19. Dalam teori pers bebas, manusia dipandang sebagai makhluk rasional yang mampu membedakan mana yang benar dan garis besar, teori ini menegaskan bahwa pers harus menjadi mitra dalam upaya mencari kebenaran, dan bukannya menjadi alat pemerintah. Sebutan ā€œThe Fourth Estateā€ yang diberikan pada pers, yakni kekuasaan keempat setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif, menjadi umum diterima dalam teori pers ini. Libertarian theory memberi landasan kebebasan tak terbatas kepada pers. Sebab itu, pers paling banyak memberi informasi, hiburan, dan paling banyak terjual tirasnya. Walau begitu, pers juga paling sedikit dalam mengadakan kontrol terhadap pemerintah. Teori pers bertanggung jawab sosial Social Responsibility Theory Dilansir dari buku Hukum, Etika dan Kebijakan Media Regulasi, Praktik, dan Teori 2015 karya Radita Gora dan Irwanto, prinsip paling dasar dari teori ini adalah pers punya sejumlah kewajiban kepada masyarakat. Tanggung jawab itu dituangkan dalam peraturan serta kode etik. Baca juga Media Cetak Pengertian dan Jenisnya Teori pers bertanggung jawab sosial merupakan perubahan atau perkembangan dari teori sebelumnya, yakni teori pers bebas. Ada lima syarat bagaimana pers harus memenuhi tanggung jawab sosialnya, yaitu Media harus menyajikan pemberitaan yang dapat dipercaya, lengkap, dan cerdas dalam konteks yang memberikannya makna. Media harus berfungsi sebagai forum pertukaran komentar dan kritik. Media harus memproyeksikan gambaran yang benar-benar mewakili dari kelompok konstituen dalam masyarakat. Media harus menyajikan serta menjelaskan tujuan dan nilai masyarakat. Media harus menyediakan akses penuh terhadap informasi yang tersembunyi, pada suatu saat. Teori pers komunis Soviet The Soviet Communist Theory Teori ini merupakan konsep cabang dari teori pers penguasa atau authoritarian theory. Dulunya sistem pers ini dianut 10 hingga 11 negara yang berada di bawah kekuasaan Uni Republik Sosialis Soviet. Sistem pers ini menopang kehidupan sistem sosialis Soviet Rusia, serta memelihara pengawasan yang dilakukan pemerintah terhadap segala kegiatan sebagaimana biasanya terjadi dalam kehidupan komunis. Karena itu, negara-negara yang menganut sistem ini tidak memiliki pers bebas, yang ada hanya pers pemerintah. Saat ini, hanya RRC yang menganut teori pers komunis Soviet. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

teori pers tanggung jawab sosial